Manusia dan hayawan sama-sama makhluq Allah dan sama-sama memperoleh wahyu. Misalnya wahyu yang diberikan kepada Lebah. Namun yang membedakan manusia dengan hewan adalah pada syariatnya. Maka dengan menjalankan syareat, dengan sendirinya naiklah derajat kemanusiaanya atau akan mendapatkan hakekat dengan sendirinya.
Allah swt berfirman: Waukhaa robbuka ilannakhli, anittakhidzii minal jibaali buyutan. Waminasysyajari wamimmaa ya’risyuun. “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (An Nahl: 68)
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia dengan hayawan sama-sama memperoleh ilham (wahyu). Sedangkan bila bicara hakekat, hayawanpun (maaf) sudah mendapatkannya. Salah satu tanda, misalnya, saat akan terjadi gunung meletus, konon hayawan di gunung pada turun ke ke bawah. Atau saat akan terjadi tsunami, salah satu tandannya, burung-burung laut beterbangan menuju daratan. Di sini menunjukkan bahwa hayawan begitu peka terhadap tanda-tanda alam. Sedangkan manusia kadang tertutup. Mungkin di sini, hanya orang-orang tertentu saja yang sudah memilikinya.
Isyarat ayat di atas, boleh jadi, jika ingin tinggi derajat kemanusiaanya, maka syareat perlu dijalankan dengan serius. Sebab itulah jalan yang ditempuh oleh ummat Muhammad saw dan diteruskan oleh para pewarisnya: ulama dan para aulia. Termasuk di dalamnya para wali songo. Pesantren dalam hal ini sangat berperan untuk mendalami berbagai syareat itu.
Itulah salah satu alasan para wali songo mengapa syareat perlu digeluti dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana Iman bukanlah sebuah gerakan. Karena ia ada di dalam hati manusia untuk menemukan Tuhannya. Jika hanya iman yang dipegang, maka tidaklah ada gerak sama sekali. Karenanya perlu syareat agar iman yang ada di hati itu bisa bergerak melaju dan memberi nilai manfaat bagi kemanusiaan.
Hitam putih Syareat dan Hakekat
Hakekat, menurut pengatehuan penulis yang kurang begitu memahmai, bisa digambarkan secara sederhana. Misalnya, tidaklah kita perlu memahami hakekat buah pisang. Jika sudah tahu pisang itu apa, ya pisang itulah hakekatnya. Kita tidak (dituntut) mengetahui dan memikirkan kapan matangnya, dimana ditanam, berapa lama proses pengepakannya, siapa yang menanam, di kebun mana pisang ini tumbuh, tanah siapa yang memiliki, berapa pohon pisang yang ditanaman, perhari berapa ditanamnya, matangnya jam berapa dll. Jadi begitu sulit memahaminya. Sehingga tidaklah memerlukan dan memikirkan ke arah sana.
Atau dalam contoh lain bahwa tidaklah mungkin ada hakekat di luar syariat. Ambil contoh, kalau kita memakan buah jeruk, konon mengadung vit C. Apakah kita memahami (tahu) arti vitamin C itu sendiri. Kita hanya tinggal memakan saja. Otomatis hakekatnya ada di sana. Artinya, jika kita sudah memakan buah jeruk, maka dengan sendirinya, vitamin C akan terserap tanpa kita merasakannya. Tiba-tiba saja tubuh jadi kuat dan bisa menghalau penyakit. Dalam hal ini kita tidak bisa memahami proses vitaminosis dalam tubuh.
Dengan demikian maka segala syaerat apa saja agar dikerjakan biar derajat bisa naik. Sebab kalau hakekat itu tidak ada gerak kerja. Yang ada hanyalah keimanan. Silaturahmi syareat, sholat syaraet, zakat syareat dst. Semuanya tinggal dikerjakan saja. Sementara kalau hakekat itu tidak ada yang harus dikerjakan.
Karena itulah maka seringkali para kyai di pesantren menasehati santri-santrinya: “Sudahlah jalankan saja syareat itu dengan benar”. Dzikir adalah syareat, sholat juga syareat. Demikian pula zakat dan lain-lain. Dengan begitu maka baru manusia bisa meninggi derajatnya. Sebab kalau sudah bicara hakekat, maka tidaklah “nyambung” jika berbicara derajat. Sebab hakekat itu sungguh berada di alam lain. Dan mungkin orang-orang tertentu saja yang bisa mendalaminya. Yang dikhawatirkan, kata kyai, jika hanya “teori” saja tapi prakteknya tidak ada, khawatir jadi “keblinger”.
Waylun, liman yaqro’ walam yaf’al.
Celakalah bagi orang yang membaca tapi tidak mengerjakannya.
Derajat yang ada pada manusia jika diimbangi dengan syariat maka bisa naik dengan sendirinya. Sebab seperti awal tulisan ini, antara manusia dan binatang sama-sama memperoleh wahyu. Sementara yang membedakannya adalah kalau manusia diberi syareat sedangkan binatang tidak.
Fungsi Tharekat (Tasawuf)
Jika syareat kemudian diimbangi dengan tasawuf maka fungsi tasawuf (tharekat) itu sendiri ibarat pelumas “oli” yang bisa memudahkan gerak syareatnya. Sebab dalam tasawuf diajarkan keimanan yang mantap. Sebagaimana dialog Nabi saw dengan malaikat. Nabi saw menjawab bahwa iman (hakekat) ada 6 jumlahnya. Sementera ketika ditanya tentang Islam (syareat) ada lima jumlahnya. Lalu saat ditanya tentang ikhsan, maka Nabi saw menjawab: “beribabadahlah seakan-akan kamu melihatNya, jika tidak bisa maka seakan-akan Dia melihatmu.” Singkatnya, ikhsan itu adalah akhlak itu sendiri. Maka jika 6 (Iman) + 5 (Islam) + 1 (ikhsan) berjumlah 12. Angka dua belas ini persis sama dengan huruf: Laa Ilaaha Illa Allah. Karena itu dalam syair barzanji menulis:
Mifatahul jannah Laa ilaaha Illa Allah : “Kunci surga itu adalah laa ilaaha illa Allah” . Maksud kalimat ini boleh jadi berarti, bahwa jika ingin masuk syurga maka jalankan kombinasi gerigi kunci yang berjumlah 12 itu. Atau gampangnya pasword syurga itu berjumlah 12 digit. Jika kurang salah satunya, jangan harap pintu syurga bisa dibuka. Istilah gerigi kunci ada dua belas ini persis seperti yang diriwayatkan dalam kitab Shoheh Bukhari bab janaiz.
Sedangkan dalam kitab Sunan Bukhari hadits no. 4 meriwayatkan Nabi saw bersabda:
Miftahul jannah assholatu wamiftaahussholati al wuduu… “Kunci suwarga adalah sholat dan kunci sholat adalah wudu.” (Terdapat pula dalam kitab Sunan Ahmad hadits no. 14135)
Karena itu jika menjalankan syareat, dengan sungguh-sungguh seperti yang telah diajarkan oleh Nabi saw, maka hakekatnya itu berupa istiqomah. Lalu kalau orang sudah istiqomah, maka tidak berani meninggalkannya. Karena itu orang ini sudah bisa keluar “keramatnya”. Masalah inskisyaf, kita tidak bisa berbicara di sini, yang dibicarakan adalah syareatnya. Sebab syareat hanya bisa dibicarakan misalnya berapa rokaat shalat malam dan berapa lama mengerjakannya dan lain-lain.
Ada istilah “Istiqomah khoirun min alfi karomah”. Seperti yang diungkapkan oleh artikel bagian pertama dalam web ini, bahwa istiqomah itu berbanding 1000 hakekat.
Ada sebuah peristiwa ketika Al Hasan menggelar sajadah di atas air, karena Rabiatul Adawiyah itu berparas cantik, maka perasaan dari sang Khalifah waktu itu diprediksi ada. Begitu menggelar sejadah di atas air. Rabiah berkata: “laa ente mah ketinggalan, kan ikan lebih dulu bisa.” Kehebatan Al Hasan bisa menggelar sajadah dalam air itu baru satu. Jika dikumpulkan segala yang aneh-aneh hingga seribu, konon tidak bisa menandingi istiqomahnya Rabiatul Adawiyah dalam menjalankan syareat.
Khatimah
Itulah salah satu alasan mengapa kita mengikuti gerakan syareat yang dikedepankan oleh para wali. Penulis sekali lagi menekankan bahwa tidaklah bermaksud untuk membandingkan apalagi mengoreksi gerakan hakekat yang dikedepankan oleh orang-orang yang cukup ahli memahami tentang hakekat itu sendiri. Sebab inilah keterbatasan penulis dalam memahami hakekat. Karena itulah kami penulis yang doif ini, mohon maaf sebesar-besarnya.
Tujuanya adalah untuk kalangan sendiri bukan untuk kalangan orang lain. Kalangan sendiri yang dimaksud adalah saudara-saudara / ikhwan yang tergabung dalam jamaah TQN Kalipasir atau kalangan lain yang seide. Jika ada yang kurang setuju tentang pengertian hakekat dalam artikel ini, sekali lagi tidaklah bermaksud untuk berbantah-bantahan. Karena apalah arti penulis yang masih berkutat dan tertatih-tatih dengan syareat. Pastilah tidak “nyambung” jika diajak berbicara hakekat. Wallahu a’lam bishowaab.
pak, islam mengajarkan keseimbangan, apa gunanya syareat kalau dia tidak menguasai hakekat tentunya ilmu agamanya tidak dapat menolong orang lain.
Apa bisa orang yang menguasai ilmu syareat saja membuat bohlam?
Coba lihat dengan bohlam itu, berapa besar kebahagiaan bisa tumbuh hidup.
segitu dulu, nuhun, fusion-kandagalante.blogspot.com
Terima kasih kandagalantes atas komentarnya…
Syareat itu tidak ada tingkatannya. Tingkatan memahami berarti adanya tingkatan kenikmatan itulah hakekat. Sedangkan hakekat untuk perorangan memiliki tingkatan. Misalnya, shalat kita belum sampai pada tahap menikmati, padahal imam Abul Hasan sudah dalam taraf menikmati. Imam Husein juga misalnya saat shalat rumahnya kebakaran, tapi dia tetap terus shalat… dia begitu menikmatinya.
Nah di sinilah kita mendahulukan syareat, sedangkan urusan hakekat diserahkan kepada Allah. Al Haqqu minrobbik… hukum piramid berlalu untuk hakekat. Artinya semakin sedikit sekali orang yang memahami hakekat.
Penemu bohlam Thomas Alfa Edison benar disebu wali, tapi bukan waliullah. Tetapi wali imarat = wali yang bermanfaat bagi orang. Sama juga wali seperti walikota yang juga memiliki manfaat bagi orang lain yang sangat besar.
Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )
Ada or tidak al-quran menyatakan bahwa sholatlah kalian maka kalian masuk surga?
lalu kenapa untuk ibadah kita persulit dengan tingkatan2?
Bukankah kita disuruh mendirikan shalat?
Kalau kita menyerahkan hakekat kepada Allah SWT berarti kita tidak mau berfikir dong….
pada saat alam semesta ini terbentuk dalam suatu proses maka ilmu2 yang berkaitan dibentuk. Bagaimana bisa kita menyatakan kita mengingat Allah SWT tapi tidak pernah tahu kekuasaannya dan ukiran namanya di alam semesta….
penemu bohlam memang bukan orang Islam tapi bayangkan kalau itu orang Islam maka banyak sekali kebaikan yang akan diterimanya lebih dari hanya sekedar dakwah… perhatikan hadist diatas… dakwah dengan bukti lebih baik bukan….
segitu dulu, nuhun, fusion-kandagalante.blogspot.com
———-
TQN Kalipasir
Shalat kalian maka akan masur syurga, jawabannya lihat pada pertanyaan sebelumnya sudah kami jawab.
Tentang pertanyaan kenapa untuk ibadah kita persulit dengan tingkatan2? Bagi orang-orang yang cinta (mahabbah) kepada Allah terasa shalat bukanlah pekerjaan yang memberatkan atau bertingkat-tingkat. 100 rokaat bukanlah banyak dibanding Imam As Syafi’i ra yang suka mengerjakan shalat hingga 300 rokaat. Ada banyak ulama yang khusus mengerjakan shalat sebegtu banyak dan tidak merasa terbebani. Itu bukan yang wajib tetapi yang sunnah. Yuhibbunallah wayuhibbunahum, Mereka-mereka itu mencintai Allah dan Allah mencintai mereka. Jadi masalahnya terletak pada cinta bukan masalah sulit atau membebani.
Masalah hakekat bukan berarti tidak berfikir, kita pasti sudah faham seperti contoh di atas, orang yang makan pisang atau buah-buahan, maka akal sudah mampu memahami kalau di dalamnya ada fitamin jadi tinggal makan pisang saja, maka fitamin (hakekat) sudah termasuk di dalamnya. Ibadah yang kita kerjakan, hakekatnya include di dalamnya, Ayat quran sumber hekakat, dengna mempercayai al quran bahwa kita diperintahkan shalat misalnya, berarti kita menjalakan dua hal sekaligus: syariaat dan hakekat.
Dalam syareat itu tidak ada tingkatan. Tingkatan faham berati tingkatan kenikmatan dan itulah hakekat. sedangkan hakekat perorang itu ada tingkatannya. Shalat kita belum menikmati, sementara imam Abul Hasan sudah dalam taraf menikmati. Imam Husein saat shalat rumah kebakaran, tapi dia tetap terus shalat… nah kita sih, syareat saja urusan hakekat Allah. Al haqqu minrobbik… hukum piramid berlalu untuk hakekat.
Thomas Alfa Edison benar disebu wali, kami sepakat tapi bukan waliullah… wali imarat = wali manfaat u orang lain. seperti walikota, walimurid wali kukun.
Apa gunanya kita dalam taraf menikmati kalau kita tidak bisa membuat keadaaan lebih baik?
semisal: kalau kita buat kompor dari air sehingga orang bisa menikmati manfaatnya, kalau orang itu gak punya manfaat hanya ibadah dan menikmati ibadahnya, apa gunanya hidup mereka dan ilmunya?
sebagai contoh lagi: orang yang berguna di Islam yaitu ibnu Sina yang menjadikan kedokteran di seluruh dunia, naaaah itu ada gunanya khan tapi apa orang2x Islam jaman sekarang berguna atau hanya mencari guna buat kepentingannya sendiri?
Islam dijadikan kedok atas prilakunya dan sembunyi dibalik hangatnya jubah………
mudahan 2 islam bisa lebihhh baik tidka dari dakwah nya akan tetapi dakwah dari bukti dengan tindakan dan bukti dan ini yang susah.
Artikel menarik….
Istiqomah terus…
Kita di jalur yang sama….
Silakan berkunjung ke http://www.sadeng-online.blogspot.com
maaf saya ikut nimbung.
ASSALAMUALAIKUM WR WB.
kalau saya memahami syareat,tharekat,hakekat dan ma’rifat ini kok begini ;arti menurut bahasa SYAREAT=JALAN,ATURAN,TATACARA,KETENTUAN UNTUK MENCAPAI SESUATU ;THAREQOT=THURUQ JUGA BERARTI SAMA DENGAN JALAN WASHILAH YANG HARUS/PERLU/BISA DILALUI SEBAGAI METHODA SARANA PRASARANA UNTUK MENCAPAI TUJUAN YANG INGIN DICAPAI. HAKEKAT=ISENSIAL,SITUASI KONDISI,KENYATAAN,KONDISI REALITAS DI LAPANGAN.KONDISI ASLI YANG DIKEHENDAKI OLEH PENCIPTA. MA’RIFAT=TOTALITAS YANG DIKETAHI,PENGETAHUAN UMUM.IDENTIFIKASI SIKON YANG MENJADI TA’RIF DEFINISI YANG DAPAT DIKENAL DARI KENYATAAN KEJADIAN YANG YANG TELAH DIBUAT MELALUI SYAREAT ATAU THOREQOT.
HAQEQOT dapat diartikan adalah suatu keadaan kehidupan yang menggambarkan isensiel kehendak Tuhan.keagungan Tuhan karakter Tuhan dll sekomplet Asmaul husna bahkan lebih. jadi di sini HAKEKAT/HAQEQOT ITU BUKAN UJUD DZAT RIEL MATRIEL TUHAN akan tetapi hanya ungkapan sebagian kecil untuk mensifati TUHAN.
syareat ADALAH suatu cara untuk menempuh jalan cara6cara hidup beribadah yang telah digariskan ditentukan oleh Allah swt dan NabiNYA SEDANGKAN Thoreqot adalah juga cara yang diperkirakan oleh sifaqih/sipemaham agama yang bisa mencapai kondisi haqeqat tersebut.
jadi kesimpulan yang belum bisa disimpulkan ini menurut saya adalah saya analohkan ibarat ingin merasakan buah pisang adalah memetik dari tandanya,mengupas, memasukkan ke mulut,mengunyah kemudian menelannya dan barulah kita merasakan isensielnya yaitu merasakan kelezatanya dan merasakan kenyamannya dibadan atas kenyang dan khasiat vitaminnya.
sekian.
maaf tidak boleh membantah.
SILABUS (Yayasan Babussalam,Komp pondok cipta blok E85 bintara pondok kopi bekasi indonesia)
By kakakikikokokeke
SalmAlkm,Mempelajari sesuatu harus ada tujuan dan akhir yg jelas serta pembuktian secara hirarki/bukti2 yg jelas dan bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya,berikut silabus kami yg turun temurun dari silsilah kami sampai kepada Rosulullah
MAJLIS ALY WAFA’ TAJUL ‘ARIFIN (Yayasan Babussalam)
SILABUS MATA PELAJARAN THORIQOTUS SUFIYAH SAMAN QODIRI AL KHALAWATI WA NAQSYABANDI AL KHOLIDI
A.Pelajaran Ilmu Syari’ah
AL MASA’IL FII TAFSIR AL-QUR’ANUL KARIM (Mempelajari Syariah Islam berbagai masalah di dalam Tafsir Al-qur’an yang mulia)
B.PELAJARAN HAQIQAT WA THORIQOH
I.1.TALQIN SYAHADAH
2.TALQIN DZIKIR
II.PELAJARAN SULUK
1.DZIKIR QOLBU
2.DZIKIR LATHOIF (DZIKIR TUJUH TEMPAT)
A.Latifatul Qolbi
B. Latifatul Ruh
C. Latifatul Sir
D. Latifatul Khofi
E. Latifatul Akhfa
F. Latifatul Nafsun Natiqoh
G. Latifatul Kullu Jasad
3.DZIKIR NAFI WAL ISBAT
4. DZIKIR WUKUF
5. MUROQOBAH ITHLAK
6. MUROQOBAH AHDIYATUL AF’AL
7. MUROQOBAH MA’IYYAH
8. MUROQOBAH AKROBIYYAH
9. MUROQOBAH AHDIYATUDZ-DZAT
10. MUROQOBAH AHDIYATUL DZAT SYARFI WAL BAHTI
11.MAQOM MUSYAHADAH
12. MAQOM MUKASYAFAH
13. MAQOM MUKHOBALAH
14. MAQOM MUKAFFAHAH
15. MAQOM FANA FILLAH
16. MAQOM BAQO BILLAH
17. MAQOM TAHLIL LISAN
C.PENAMATAN PELAJARAN KEPUTUSAN KAJI
1. Sihirotul maut (8 pintu jalan kematian) (Dibukakan oleh Mursyid dlm 6 jam)
2.Musyahadah haqiqatul nafsi (liqo-un nafsi) (melihat wujud nafsi dengan mata kepala)
3.Musyahadah Nurun ‘alan Nurin (Liqo Allah) (Qs 24:35) (dibukakkan Mursyid 2-4 jam)
4.Musyahadah Haqiqatun Muhammadiyyah SAWW (Berjumpa dengan Rasullullah SAWW/liqo Rosul)
Adapun pelajaran tambahan bagi mereka yang telah sampai kepada penamatan pelajaran (Keputusan Kaji) Ada Sembilan.
1.Maqam mahabbah ila silsilah Thoriqotul Aliyah.
2.Musyahadah Aimmah (ketemu ahli silsilah).
3.Haqiqatul Wilayatul Ula.
4.Haqiqatul kamalatur Risalah.
5.Haqiqatul kamalatul Qur’an.
6.Haqiqatul kamalatul Ka’bah.
7.Haqiqatul kamalatus Sholah.
8.Haqiqatul kamalatul Ulul Azmi.
9.Haqiqatul kamalatun Muhammad SAWW.
NB: Kami siap bertemu wicara bagi Majlis/perorangan /umum untuk membuktikan kebenaran dengan hirarki/bukti2 yg jelas,baik secara keilmuan dan silsilah,semua siap di buktikan dan di pertanggung jawabkan,karena kunci penamatan mata pelajaran hanya ada di tempat kami.
thaks WSLM OM-JES
om jes mo ngebuktiin apaan syahbudin aja hidupnya berantakan, klo mmg dia mursyid yg kamil mukamil seharusnya dia bisa nyelesain masalah keluarganya sendiri! istri banyak, yg cerai jg banyak! top markotop lah
gimana mo nyelesaiin masalah murid masalah syahbudin aja udah banyak, blom utangnya!ckckckckckckckck
kl ngomong ga usah diawang2 realistis aja bung!!!
maaf nimbrung,
menurut saya: ma’rifat, haqeqat, thariqah, dan syariah itu sebenarnya satu kesatuan dalam agama yg tidak bisa dipisahkan, dan sdh diajarkan oleh Rasulullah saw. Namun khusus untuk haqeqat (esensi), tingkat pemahaman tiap individu adalah berbeda2, begitu juga dgn tingkatan ma’rifat (tingkatan dekat/mengenal Allah), tentu berbeda2. Thariqat yg haq adalah yg diajarakan Allah melalui yg dicontohkan Rasulullah saw, melalui Al Quran dan Sunnah. Sedangkan syariat adalah tindakan nyata (zahir) dari sosok amalan fisik manusia yg terkait dengan kaidah hukum islam.
Contoh:
Seorang Dokter memerintahkan setiap warga negara melakukan imunisasi flu setiap tahun, dengan maksud agar seluruh warga negara sehat terbebas dari flu.
Syariat: Imunisasi flu miniman 1x setahun hukumnya wajib, dilakukan di bulan apa, hari apa. Selebihnya hukumnya sunah (tambahan), dan maksimum berapa kali setahun. Thariqat: WNI mandi bersih, datang ke pos yandu, buka lengan, disuntik, dan merasakan sakit sedikit, membayar, dan pulang.
Hakikat: Di dalam vaksin flu terdapat DNA yang mampu menetralisir virus flu sehingga virus flu dapat mati dan gagal menginfeksi tubuh
Ma’rifa : Dokter tsb menyarankan warga negara melakukan imunisasi krn dokter tsb sangat mencintai warga negara agar setiap WN selalu sehat. Yg paling tahu hal ini adalah istri dokter tsb, anak2nya, keluarga dekatnya, dan orang2 dekat, perawat, orang2 yg mengenalnya, dan baru orang2 yang membaca bukunya.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahua’lam bishawab.
Lanjutan:
Jadi seorang WN wajib mengetahui syariat (ilmu hukum) imunisasi itu (wajib 1x per tahun, dan selebihnya sunnah, misalnya di bulan Januari, hari Jumat, jam 10 pagi). Lalu Ybs menempuh jalan itu (thariqah) dengan cari melakukan imunisasi tsb (mandi, pergi ke pos yandu, buka lengan, disuntik, sakit sedikit, membayar biaya, pulang).
Sampai di sini, apabila Ybs tidak mengetahui Bagaimana (?) kok bisa ya (?) dengan melakukan imunisasi flu tsb, Ybs tidak akan terjangkit flu (tidak mengetahui haqeqat-nya), apabila ybs telah melaksanakan dgn benar, maka insya Allah Ybs tetap sehat dari ancaman infeksi flu. Namun apabila Ybs mengetahui haqeqatnya, sudah pasti justru Ybs semakin rajin melaksanakan imunisasi flu, bahkan melaksanakan tambahan semaksimal mungkin, krn ybs juga tahu betapa sakitnya jika sampai terjangkit infeksi flu. Dan bila Ybs ma’rifat (mengenal) mengapa Dokter tsb memerintahkan WN melakukan imunisasi itu krn tahu bhw ancama flu itu benar2 akan datang, dan dokter tsb sangat sayang kpd setiap WN, makanya dokter tsb memberikan resep (cara) dgn perintah melaksanakan imunisasi. Begitulah ilustrasinya.
Kalau orang mengaku sudah marifat dan mengetahui hakikat, malah tidak shalat, berarti insya Allah dia tersesat, karena Rasulullah saw, manusia yg paling tinggi makrifatnya dan manusia yg paling luas ilmu haqiqatnya, justru semakin luar biasa ibadahnya. Wallahu a’lam.
Lanjutan:
Ilustrasi di atas saya rasa cukup jelas dipahami oleh awam…jadi kalau orang yg tahu haqeqat (ilmu) bgm kok cairan yg berisi DNA vaksin dapat melumpuhkan virus flu, dan juga mengenal dokter tsb bhw dokter tsb memerintahkan tsb krn memang demikian hebatnya infleksi flu, dan hanya demikian cara mencegah infleksi flu (dgn imunisasi), dan dokter tsb memerintahkan itu kpd WN karena cintanya yg sangat tinggi kepada setiap WN, namun Ybs tidak pergi ke pos yandu utk imunisasi setiap tahun….Saudara bisa menyimpulkan sendiri, apakah Ybs akan terkena infeksi flu atau tidak?
Oleh krn itu seorang yg tahu haqeqat, dan mengenal dgn baik (ma”rifat) sang Khaliq, tetapi tidak menempuh jalan (tariqat) sesuai dgn syariat, ya tetap terkena infeksi virus tsb. Mudah2an cukup memberi pencerahan bagi yg awam…wallahua’lam. Bila Benar dari Allah, bila salah dari diri saya yg dhoif ini, astaghfirullahalazhiim.
penjelasan yang menarik kang Yoen, setuju, kita harus menjalani paket2 itu. Satu syariat, maka akan terakumulasi semuanya. intinya ikhtiar (syaerat) lahir batin. Yang lahir2 (syariat) adalah baju untuk yg batinya.